Jumat, 08 Juli 2011

proposal problem solving


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan hasil pengamatan dan observasi tentang data hasil belajar siswa kelas VI SDN 2 Suka Mulya Kecamatan Pugung pada hasil ulangan akhir semester ganjil tahun pelajaran 2009–2010 pada mata pelajaran matematika, siswa yang mendapat nilai lebih dari 60 hanya 35 % . Ini berarti jumlah siswa yang mendapat nilai di atas KKM 60 dengan standar ketuntasan 65 % dari jumlah siswa tidak terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang tidak tuntas dan memiliki nilai rata-rata rendah.
Pada proses pembelajaran,guru sering memberikan kesempatan untuk bertanya tetapi hampir tidak ada siswa yang bertanya. Selain siswa kurang aktif mengajukan pertanyaan, kerjasama positif antar siswa dalam kelompok juga sangat kurang, ini terlihat saat mengerjakan lembar kerja siswa secara berkelompok hanya siswa yang pintar saja yang aktif mengerjakan. Hal ini terjadi karena guru masih menggunakan metode yang tidak inovatif dan tidak bervariasi sehingga kelas menjadi monoton. Disisi lain rendahnya hasil belajar siswa disebabkan karena pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang dipelajari pada mata pelajaran matematika juga masih sangat rendah. Oleh sebab itu diperlukan suatu usaha untuk mengoptimalkan pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar dan melatih berpikir tingkat tinggi siswa sehingga dapat lebih meningkatkan hasil belajar siswa,dalam hal ini peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan hasil belajar siswa melalui pendekatan pemecahan masalah matematika di kelas VI SDN 2 Suka Mulya”
Pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah matematika diduga mampu melatih siswa untuk berpikir tingkat tinggi yakni dengan langkah- langkah memahami masalah, merencanakan penyelesaiannya, melaksanakan rencana dan melihat kembali hasil yang diperoleh. Dengan melakukan tahapan-tahapan berpikir tingkat tinggi seperti di atas diharapkan hasil belajar
siswa akan lebih meningkat .
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ditemukan, maka rumusan masalah yang ak- an diteliti adalah “Apakah melalui pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VI SDN 2 Suka Mulya?
C.
Pemecahan Masalah
Tindakan yang dipilih untuk memecahkan masalah diatas adalah menggunakan pendekatan pemecahan masalah matematika untuk meningkatkan aktivitas belajar, pemahaman konsep-konsep matematika, melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi serta meningkatkan hasil belajar siswa, sedangkan bagi guru,untuk memantapkan dalam penguasaan materi.
D. Tujuan Penelitian
Bertolak dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dari siklus ke siklus. Hasil belajar siswa yang akan diukur dalam penelitian ini adalah prestasi dan aktivitas belajar siswa.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat berguna bagi:
1.
Siswa : Meningkatkan motivasi dan minat belajar,
sehingga aktivitas
dan hasil belajar siswa meningkat.
2.
Guru
: Menjadi salah satu alternatif pendekatan
pembelajaran
matematika melalui pendekatan pemecahan masalah.
3.
Peneliti : Memberikan bekal untuk menjadi guru
yang professional dan
untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
.
Sekolah : Dapat memberikan sumbangan yang berguna dalam upaya
meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah yang bersangkutan.
F.
Ruang Lingkup Penelitian
1. Pendekatan pemecahan masalah matematika dapat digunakan untuk melatih siswa berpikir tingkat tinggi dan juga untuk menemukan cara atau jalan mencapai tujuan atau solusi yang tidak mudah menjadi nyata.
2. Peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa yang diperoleh dalam pem-
belajaran setiap siklusnya.
3. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah penggunaan perbandingan dan
skala.
4. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VI semester 2 (genap ) di SDN 2
Suka Mulya tahun pelajaran 2009-2010

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunanim athein ataumanthenein yang artinya mempelajari, namun diduga kata itu erat pula hubungannya dengan kata Sansekertamedha atauwidya yang artinya kepandaian atau intelegensi (Andi Hakim Nasution, 1980:12).
Ruseffendi (1989:23) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi,aksioma-aksioma dan dalil-dalil dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.
Johnson dan Rising (1972:1.39) menyatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika itu adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol yang padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi, matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.
Menurut Reys (1984:1.40) matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Menurut Kline (1973:1.40) matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri tetapi beradanya itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam.
4
Beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di SD:
1. Pembelajaran matamatika adalah berjenjang (bertahap), yaitu dimulai dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih sukar,dimulai dari yang konkrit, semi konkrit dan berakhir pada yang abstrak.
2. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral, memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya.
3. Pembelajaran matematika menekankan pola pendekatan induktif, matematika adalah ilmu deduktif, matematika tersusun secara deduktif aksiomatik,namun sesuai dengan perkembangan intelektual siswa di SD, maka pembelajaran matematika perlu ditempuh pola pikir atau pola pendekatan induktif.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi, kebenaran dalam matematika sesuai dengan stuktur deduktif aksiomatiknya, kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan terdahulu yang telah diterima kebenarannya.
B. Pendekatan Pemecahan Masalah
Beberapa ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun tidak setiap pertanyaan otomatis merupakan suatu masalah. Suatu pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab. Suatu pertanyaan dapat menjadi masalah bagi seseorang tetapi bisa hanya menjadi pertanyaan biasa bagi orang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Schoenfeld (1985:9-2) yaitu bahwa definisi masalah selalu relatif bagi setiap individu. Kategori pertanyaan menjadi masalah atau pertanyaan hanyalah pertanyaan biasa ditentukan oleh ada atau tidaknya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada pertanyaan tersebut. Cooney,(1975:9-2) menyatakan bahwa suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu
prosedur rutin yang sudah diketahui oleh si pelaku.
Menyelesaikan suatu masalah merupakan proses untuk menerima tantangan dalam menjawab masalah. Memecahkan masalah berarti menemukan cara atau jalan mencapai tujuan atau solusi yang tidak dengan mudah menjadi nyata.Matematika searti dengan pemecahan masalah yaitu mengerjakan soal cerita,membuat pola,menafsirkan gambar atau bangun,membentuk konstruksi geometri,_membuktikan teorema dan sebagainya. Dengan demikian belajar untuk memecahkan masalah merupakan prinsip dasar dalam mempelajari matematika. Dengan kata lain belajar matematika berarti belajar memecahkan masalah.
Menurut Poyla (dalam Hudoyo, 1979:9-3) definisi pemecahan masalah adalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Langkah-langkah pemecahan masalah menurut Poyla antara lain:
1. Memahami masalah
Pada langkah pertama ini, pemecah masalah harus dapat menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Dengan mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan maka proses pemecahan masalah akan memunyai arah yang jelas.
2. Merencanakan cara penyelesaian
Untuk dapat menyelesaikan masalah, pemecah masalah harus dapat mene- mukan hubungan data dengan yang ditanyakan. Pemilihan teorema- teorema atau konsep-konsep yang telah dipelajari, dikombinasikan sehingga dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jadi diperlukan aturan-aturan agar selama proses pemecahan masalah berlangsung, dapat dipastikan tidak akan ada satupun alternatif yang terabaikan.
6
3. Melaksanakan rencana
Berdasarkan rencana, penyelesaian-penyelesaian masalah yang sudah direncanakan, dilaksanakan. Di dalam menyelesaikan masalah, setiap langkah dicek, apakah langkah tersebut sudah benar atau belum. Hasil yang diperoleh harus diuji apakah hasil tersebut benar-benar hasil yang dicari.
4. Melihat kembali
Tahap melihat kembali hasil pemecahan masalah yang diperoleh mungkin merupakan bagian terpenting dari proses pemecahan masalah. Setelah hasil penyelesaian diperoleh, perlu dilihat dan dicek kembali untuk memastikan semua alternatif tidak terabaikan.
“Belajar pemecahan masalah” mengacu pada proses mental individu dalam menghadapi suatu masalah untuk selanjutnya menemukan cara mengatasi masalah itu melalui proses berpikir yang sistematis dan cermat (Gagne,- 1985:1.37). Kesistematisan berpikir ini terlukis dalam langkah-langkah yang ditempuh dalam pemecahan masalah sebagai berikut:
1. Merasakan adanya masalah
2. Merumuskan masalah secara khusus dalam bentuk pertanyaan atau
pernyataan
3. Memberikan jawaban sementara atau hipotesis atas masalah yang diajukan
4. Mengumpulkan serta mengolah data dan informasi dalam rangka menguji
tepat tidaknya jawaban sementara yang diberikan.
5. Merumuskan kesimpulan mengenai pemecahan masalah tersebut dan
mencoba melihat kemungkinan penerapan dari kesimpulan itu.
Agar siswa dapat berhasil dalam belajar pemecahan masalah, mereka harus
memiliki:
1. Kemampuan mengingat konsep, aturan atau hukum yang telah dipelajari. Misalnya, dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan matematika, siswa harus mengingat aturan-aturan penghitungan dan dapat mengingatnya dalam waktu yang cepat.
7
2. Informasi yang terorganisasi yang sesuai dengan masalah yang dihadapi.
3. Kemampuan strategi kognitif, yaitu kemampuan yang berfungsi untuk mengarahkan dan memonitor penggunaan konsep-konsep atau aturan. Misalnya kemampuan dalam memilih dan mengubah cara-cara mempelajari, mengingat, dan memikirkan sesuatu. Kemampuan ini merupakan keterampilan internal yang terorganisasi,yang mempengaruhi proses berpikir individu. Contoh kemampuan strategi kognitif adalah cara menganalisis masalah, teknik berpikir, pendekatan masalah,dan sebagainya. Fungsi dari strategi kognitif adalah memecahkan masalah secara praktis dan efisien.
Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar pemecahan masalah guru hendaknya mengajukan berbagai permasalahan yang menarik. Masalah yang menarik bagi siswa adalah sesuatu yang baru. Dalam arti masalah tersebut belum pernah disampaikan kepada siswa. Di samping itu masalah yang diberikan hendaknya berada dalam jangkauan siswa, yakni sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka miliki. Agar siswa berhasil dalam belajar pemecahan masalah, guru hendaknya memberikan petunjuk yang jelas kepada siswa. Petunjuk tersebut dapat berupa pertanyaan yang diajukan untuk mengingat kembali konsep,hukum atau aturan yang relevan dengan masalah yang dihadapi. Petunjuk tersebut dapat juga berupa bimbingan dalam mengarahkan pemikiran siswa.
Kelebihan metode problem solving (pemecahan masalah ):
1. Metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan
dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja.
2. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil,apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat, dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia.
8
3. Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan.
4. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
5. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
6. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
7. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
Kelemahan metode problem solving (pemecahan masalah ):
1. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru.
2. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.
3. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
4. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misalnya terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
C.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah melalui pendekatan pemecahan masalah matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI di SDN 2 Suka Mulya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas VI SDN 2 Suka Mulya, dengan jumlah siswa 14 yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan pada mata pelajaran matematika semester genap tahun pelajaran 2009-2010.
B.
Setting Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2009- 2010 selama 4 bulan dari bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di kelas VI yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1.
Prestasi belajar matematika rendah.
2.
Aktivitas belajar siswa masih kurang.
3.
Kerjasama antar siswa kurang baik.
C.
Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus tindakan dan setiap siklus terdiri dari satu materi pokok. Setiap siklus terdiri dari 1-2 kali pertemuan dan setiap selesai satu materi pokok akan diadakan tes formatif untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang telah dipelajari pada materi pokok. Pada setiap siklus juga akan dilaksanakan observasi oleh guru lain yang diberi peran sebagai observer untuk mengamati guru peneliti yang sedang mengajar, ataupun terhadap siswa yang sedang belajar guna melihat aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.Selain itu, juga diadakan refleksi bersama oleh guru peneliti dan observer untuk membicarakan hal-hal yang sudah tepat,ataupun kekurangan-kekurangan yang ada untuk dijadikan bahan perbaikan pada siklus berikutnya. Adapun langkah-langkah penelitian tindakan kelas ini meliputi :
1. Perencanaan (persiapan )
10
Kegiatan dalam perencanaan meliputi :
a.
Menetapkan dan mendiskusikan rancangan pembelajaran yang
akan diterapkan di kelas.
b.
Membuat skenario pembelajaran yang akan dilakukan.
c.
Menyusun soal-soal latihan yang akan dikerjakan siswa saat
pembelajaran.
d.
Menyiapkan lembar pengamatan.
e.
Menyiapkan perangkat tes hasil tindakan

Contoh Proposal PTK Matematika

http://blog.unnes.ac.id/ardhi/2009/08/13/contoh-proposal-ptk-matematika/

Assalamu’alaikum wr.wb.
Sahabat, akhirnya mengupload juga saya proposal PTK yang baru saya kerjakan bersama tim DBE. Kebetulan, kemarin Selasa sampai dengan Jum’at ini saya dengan teman-teman se Indonesia ada workshop di Jakarta. Penyelenggaranya adalah USAID dalam program DBE3. Lumayanlah, bisa berbagi ilmu dan belajar dari teman-teman dari luar propinsi. Mohon maaf, proposal yang saya tulis ini bukan versi download ya sahabat. Silahkan copy dan paste menggunakan office yang sahabat gunakan. Namun, harapan saya, contoh ini hanyalah sekedar anduan bagaimana peyusunan PTK dilakukan. Selamat berkarya…
Judul Penelitian
Implementasi apersepsi yang efektif agar siswa dapat mengingat materi sebelumnya untuk meningkatkan penguasaan konsep matematika siswa kelas VII MTs Negeri Cepogo Kabupaten Boyolali Pendahuluan
Situasi pembelajaran yang diterapkan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Cepogo, Kabupaten Boyolali adalah system pembelajaran berbasis kontekstual (CTL). Unsur-unsur pembelajaran Kontekstual seperti pembelajaran konstruktivisme, penemuan (Inkuiry), Pemodelan, Refleksi dan pemanfaatan media sudah dilaksanakan dengan maksimal. Persepsi siswa tentang matematika bahwa matematika adalah pelajaran yang sukar membuat pembelajaran menjadi tidak optimal.
Realita yang terjadi di pada pembelajaran matematika khususnya kelas VII tidak seperti yang diharapkan. Di awal pembelajaran matematika ketika siswa ditanya mengenai materi pelajaran yang telah lalu, sebagian besar siswa lupa dan tidak mau menjawab. Sebagian besar siswa tidak dapat merespon pertanyaan–pertanyaan yang diberian guru guru terkait dengan materi pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya.
Proses tanya jawab tersebut lazim terjadi di awal pembelajaran pada bagian apersepsi. Apersepsi merupakan aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru kepada siswa untuk menghubungan materi pelajaran yang telah diajarkan sebelumnya dengan materi pelajaran pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anak didik mengusai pelajaran materi pelajaran yang telah diajarkan sebelumnya lama sehingga dapat membantu siswa dalam menyerap marteri pelajaran baru. Salah satu muatan yang disampaikan dalam apersepsi adalah mengingatkan kembali peserta didik terhadap materi ajar yang telah dipelajari sebelumnya. Hal ini penting dilakukan karena ada keterkaitan antara materi ajar sebelumnya dengan yang akan dipelajari sehingga akan terjadi keruntutan materi ajar dalam diri peserta didik.
Dalam kegiatan pembelajaran matematika apersepsi menjadi bagian yang sangat penting untuk mendapat perhatian karena matamatika termasuk pelajaran yang bersifat deduktif aksiomatis dan keterkaitan antar sub-sub pokok bahasan dalam satu pokok bahasan sangat tinggi. Ketika proses apersepsi dan motivasi ini tidak dilaksanakan siswa akan mengalami kesulitan mempelajari materi berikutnya yang selalu berkaitan.
Apersepsi dimaksudkan agar siswa dapat mengetahui apa yang diperlukan untuk memahami pengetahuan yang akan diterima dalam pembelajaran. Apersepsi pembelajaran matematika biasanya berisi tentang materi prasyarat yang dibutuhkan. Pada bagian inilah guru di MTs Cepogo Boyolali merasa ada hal yang mengganggu pembelajaran, yaitu ketiak peserta didik tidak dapat dengan cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan pada apersepsi.
Kekhawatiran para guru disebabkan materi pada apersepsi lazim digunakan sebagai syarat minimal dalam memahami materi. Jika materi prasyarat tidak dikuasai oleh peserta didik, dikhawatirkan waktu pembelajaran terkurangi oleh sebab Guru harus menerangkan materi prasarat yang dibutuhkan.
Beberapa kemungkinan penyebab terjadinya kegagalan dalam aperserpsi ini adalah:
kemampuan peserta didik terbatas, sehingga siswa mudah lupa terhadap konsep yang telah dipelajari sebelumnya;
kemauan belajar peserta didik kurang sehingga di rumah siswa tidak mengulang materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya; dan
siswa tidak mengerjakan PR yang diberikan guru.
Permasalahan di atas harus segera diatasi karena kegagalan guru dalam proses apersepsi akan berakibat pada kegagalan proses pembelajaran secara keseluruhan, guru terpaksa mengulang-ulang materi yang telah lalu sehingga proses pembelajaran hanya berjalan ditempat. Kurikulum sekolah menuntut guru untuk dapat menyelesaikan materi sesuai dengan waktunya, sehingga jika guru selalu mengulang-ulang materi yang telah diajarkan, waktu yang diperlukan guru menjadi lebih lama.
Perumusan dan Pemecahan Masalah
Perumusan masalah
Bagaimana implementasi apersepsi yang efektif agar siswa dapat mengingat kembali materi sebelumnya dalam rangka meningkatkan penguasan konsep matematika siswa kelas VII MTs Negeri Cepogo?
Pemecahan Masalah
Agar siswa dapat mengingat kembali materi sebelumnya dalam rangka meningkatkan penguasaan konsep matematika siswa kelas VII di MTs Negeri Cepogo, maka dilakukan beberapa tindakan sebagai berikut:
  1. dengan memberi quis di awal pembelajaran terintegrasi dengan apersepsi;
  2. dengan memberi quis di awal pembelajaran terintegrasi dengan apersepsi dilanjutkan dengan tanya jawab terkait materi prasyarat yang diperlukan; dan
  3. dengan memberi quis di awal pembelajaran terintegrasi dengan apersepsi dilanjutkan dengan tanya jawab terkait materi prasyarat yang diperlukan dilengkapi dengan pemberian quis di akhir pembelajaran.

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: mendeskripsikan implementasi apersepsi yang efektif agar siswa dapat mengingat kembali materi sebelumnya dalam rangka meningkatkan penguasan konsep matematika siswa kelas VII MTs Negeri Cepogo.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan ini adalah :
siswa dapat meningkatkan penguasaan konsep matematika
siswa dapat mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan penguasaan materi yang telah lalu
guru mendapatkan suatu strategi pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan penguasaan konsep matematika pada peserta didik

Kajian Pustaka
Belajar dan Prestasi Belajar
Belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Tanpa belajar manusia tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Winkel (dalam Darsono, 2000:4) menyatakan belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Sartain (dalam Darsono, 2000:4) menyatakan bahwa belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman. Perubahan tersebut antara lain ialah cara merespon suatu sinyal, cara menguasai suatu keterampilan dan mengembangkan sikap terhadap suatu objek.
Winkel (dalam Darsono, 2000:4) menyatakan bahwa belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
Belajar akan mengubah perilaku mental siswa yang belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2002:5). Agar belajar dapat berkualitas dengan baik, perubahan itu harus dilahirkan oleh pengalaman dan oleh interaksi antara orang dengan lingkungannya.
Penguasaan Konsep Matematika
Matematika adalah bidang studi yang terdiri dari objek-objek matematika. Objek matematika tersebut terbagi menjadi dua yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung berupa fakta, konsep, prinsip, dan skill (Gagne, 1983). Untuk menguasai konsep matematika secara utuh, maka siswa harus dapat memahami objek-objek matematika secara keseluruhan.
Untuk mempelajari matematika, prinsip mathematics connections merupakan salah satu cara untuk memahami matematika secara utuh (NCTM, 1989). Prinsip mathematics connection adalah suatu proses dalam pola berpikir siswa yang membutuhkan pengetahuan yang sudah ada untuk memahami pengetahuan baru.
Dalam penelitian ini prinsip penguasaan konsep matematika adalah menguasai konsep matematika dengan memahami pengetahuan yang sudah ada dan menggunakan pengetahun tersebut untuk mempercepat pemahaman konsep. Penguasaan konsep yang sudah ada diperkuat dalam kegiatan awal pembelajaran untuk memperkuat penguasaan konsep siswa pada pembelajaran.
Apersepsi dan Persepsi Matematika Siswa
Apersepsi merupakan aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru kepada siswa untuk menghubungan materi pelajaran yang telah diajarkan sebelumnya dengan materi pelajaran pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anak didik mengusai pelajaran materi pelajaran yang telah diajarkan sebelumnya lama sehingga dapat membantu siswa dalam menyerap materi pelajaran baru. Salah satu muatan yang disampaikan dalam apersepsi adalah mengingatkan kembali peserta didik terhadap materi ajar yang telah dipelajari sebelumnya. Hal ini penting dilakukan karena ada keterkaitan antara materi ajar sebelumnya dengan yang akan dipelajari sehingga akan terjadi keruntutan materi ajar dalam diri peserta didik (Lucas, 2007:2).
Dalam kegiatan pembelajaran matematika apersepsi menjadi bagian yang sangat penting untuk mendapat perhatian karena matamatika termasuk pelajaran yang bersifat induktif dan keterkaitan antar sub-sub pokok bahasan dalam satu pokok bahasan sangat tinggi. Ketika proses apersepsi dan motivasi ini tidak dilaksanakan siswa akan mengalami kesulitan mempelajari materi berikutnya yang selalu berkaitan.
Penilaian Pembelajaran
Evaluasi Hasil Belajar antara lain mengunakan tes untuk melakukan pengukuran hasil belajar. Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan dan/atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait, atribut pendidikan, psikologik atau hasil belajar yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Pengukuran diartikan sebagai pemberian angka pada status atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas (Jutmini, 2007:2).
Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan instrumen test maupun non-test. Penilian dimaksudkan untuk memberi nilai tentang kualitas hasil belajar Secara klasik tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk membedakan kegagalan dan keberhasilan seorang peserta didik. Namun dalam perkembangannya evaluasi dimaksudkan untuk memberikan umpan balik kepada peserta didik maupun kepada pembelajar sebagai pertimbangan untuk melakukan perbaikan serta jaminan terhadap pengguna lulusan sebagai tanggung jawab institusi yang telah meluluskan. Tes, pengukuran dan penilaian berguna untuk : seleksi, penempatan, diagnosis dan remedial, umpan balik, memotivasi dan membimbing belajar, perbaikan kurikulum dan program pendidikan serta pengembangan ilmu.
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan (Jutmini, 2007:12).
Penilaian dalam KTSP adalah penilaian berbasis kompetensi, yaitu bagian dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran dan/atau pada akhir pembelajaran. Fokus penilaian pendidikan adalah keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai standar kompetensi yang ditentukan. Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai berupa Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajaran. Penilaian merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran. Dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih baik.
Penilaian dalam KTSP menggunakan acuan kriteria. Maksudnya, hasil yang dicapai peserta didik dibandingkan dengan kriteria atau standar yang ditetapkan. Apabila peserta didik telah mencapai standar kompetensi yang ditetapkan, ia dinyatakan lulus pada mata pelajaran tertentu. Apabila peserta didik belum mencapai standar, ia harus mengikuti program remedial/perbaikan sehingga mencapai kompetensi minimal yang ditetapkan (Jutmini, 2007:5).
Penilaian yang dilakukan harus memiliki asas keadilan yang tinggi. Maksudnya, peserta didik diperlakukan sama sehingga tidak merugikan salah satu atau sekelompok peserta didik yang dinilai. Selain itu, penilaian tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa, jender, dan agama. Penilaian juga merupakan bagian dari proses pendidikan yang dapat memacu dan memotivasi peserta didik untuk lebih berprestasi meraih tingkat yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
Pada penelitian ini tes yang dimaksud adalah tes diagnosis berbentuk isian singkat dengan item pertanyaan tidak lebih dari 5 butir. Waktu pelaksanaan quis ini maksimal 8 menit dan terintegrasi dalam kegiatan apersepsi. Substansi quis adalah materi pembelajaran yang baru saja diajarkan pada pembelajaran sebelumnya dan materi prasyarat untuk memahami materi pada pembelajaran yang akan berlangsung.
Motivasi Belajar
Gagne (1983:12) menyatakan bahwa belajar sebagai hasil dari pembentukan hubungan antara rangsangan dari luar (stimulus) serta tanggapan dari dalam diri si anak (response) yang bisa diamati. Stimulus tersebut dapat berasal dari mana saja. Stimulus yang dari dalam disebut motivasi.
Motivasi belajar adalah proses internal yang mengaktifkan, memandu dan mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu. Individu termotivasi karena berbagai alasan yang berbeda, dengan intensitas yang berbeda. Sebagai misal, seorang siswa dapat tinggi motivasinya untuk menghadapi tes ilmu sosial dengantujuan mendapatkan nilai tinggi (motivasi ekstrinsik) dan tinggi motivasinya menghadapi tes matematika karena tertarik dengan mata pelajaran tersebut (motivasi intrinsik).
Motivasi belajar adalah proses internal yang mengaktifkan, memandu dan mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu. Individu termotivasi karena berbagai
alasan yang berbeda, dengan intensitas yang berbeda. Sebagai misal, seorang siswa dapat tinggi motivasinya untuk menghadapi tes ilmu sosial dengantujuan mendapatkan nilai tinggi (motivasi ekstrinsik) dan tinggi motivasinya menghadapi tes matematika karena tertarik dengan mata pelajaran tersebut (motivasi intrinsik).
Penelitian ini memfokuskan diri pada tindakan memberikan quis sebagai bagian dari apersepsi. Sesuai dengan penjelasan pada kondisi setting pada pendahuluan, dapat ditarik testimoni bahwa pembelajaran pada MTs Cepogo sudah sesuai dengan kondisi siswa. Dalam kenyataannya, agar siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar materi yang baru diajarkan, pemberian quis di awal kegiatan pembelajaran menjadi hal yang sesuai. Secara teoritis, pemberian quis sebagai bagian dari apersepsi merupakan motivasi ekstrinsik siswa untuk belajar materi sebelumnya, sehingga materi prasyarat yang dimiliki siswa menjadi lengkap dan utuh.
Rencana dan Prosedur Penelitian
Rencana Penelitian
Setting penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII MTs Negeri Cepogo Kabupaten Boyolali dengan jumlah siswa 38 orang terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan.
Tempat Penelitian
Dalam penilitian ini penulis mengambil lokasi di M Ts Negeri Cepogo Kabupaten Boyolali , penulis mengambil lokasi atau tempat ini dengan pertimbangan bekerja pada sekolah tersebut, sehingga memudahkan dalam mencari data , peluang waktu yang luas dan subyek penelitian yang sangat sesuai dengan profesi penulis.
Waktu Penelitian
Dengan beberapa pertimbangan dan alasan penulis menentukan menggunakan waktu penelitian selama 10 bulan Agustus 2009 s.d Mei 2010. Waktu dari perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian tersebut pada Tahun pelajaran 2009/2010.
Lama Tidakan
Waktu untuk melaksanakan tindakan pada bulan Agustus, mulai dari siklus I, siklus II dan siklus III.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang diterapkan dalam hal ini antara lain :
Tahap Perencanaan (persiapan), terdiri atas kegiatan sebagai berikut.
  1. Menetapkan materi pelajaran, yaitu materi pelajaran kelas VII tahun pelajaran 2009/2010.
  2. Menyusun Silabus dan Rencana pembelajaran.
  3. Menyusun instrument test yang berupa kuis.
  4. Menetapkan cara dan prosedur refleksi.
  5. Memberikan pengertian kepada siswa bahwa kuis – kuis yang akan diberikan akan sangat penting manfaatnya untuk kemajuan belajar siswa.
  6. Memberitahukan kepada siswa bahwa nilai kuis-kuis akan digabung dengan nilai ulangan harian.
  7. Memberikan penguatan pada setiap kegiatan apersepsi dengan cara memberikan soal berupa kuis baik secara tertulis.
Pelaksanaan tindakan (Action ), mencakup kegiatan sebagai berikut.
Pelaksanaan tindakan akan dibagi menjadi beberapa siklus sesuai dengan yang telah ditetapkan
Siklus pertama.
Kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan sesuai dengan tahapan pada gambar di bawah ini.

Penjelasan siklus pertama.
Tindakan : Pemberian kuis pada kegiatan apersepsi.
  1. Pada kegiatan ini siswa akan langsung diberi kuis. Siswa mengerjakan kuis yang telah disiapkan guru dalam waktu 5-10 menit. Bentuk soal kuis adalah soal multiple choice dengan jumlah soal sebanyak 3 buah pada setiap kali pertemuan. Validitas kuis dapat dilakukan dengan mensinkronkan muatan materi yang terdapat dalam RPP dengan butir soal kuis.
  2. Siklus pertama dalam penelitian ini dinyatakan berhasil jika:
  3. siswa yang mendapat nilai 6,5 minimal 70% dari hasil mengerjakan soal kuis, dan
  4. rerata hasil tes penguasaan konsep setelah pembelajaran materi pokok tertentu, telah memenuhi KKM yang ditentukan sekolah.
  5. Pada akhir siklus, dilakukan refleksi oleh semua tim peneliti baik guru maupun mitra untuk mengkaji perubahan tingkah laku siswa selama dan setelah pemberian tindakan, sebagai acuan dalam membuat rencana tindakan baru pada siklus berikutnya.
Siklus kedua.
Siklus kedua dilaksanakan jika hasil refleksi menyatakan bahwa indicator keberhasilan belum terpenuhi. Rencana tindakan pada siklus kedua adalah pemberian kuis pada kegiatan apersepsi dan penguatan (penjelasan mengenai materi kuis).

Siklus ketiga.
Siklus ketiga dilaksanakan jika hasil refleksi menyatakan bahwa indicator keberhasilan belum terpenuhi. Rencana tindakan pada siklus ketiga adalah pemberian kuis pada kegiatan apersepsi dan penguatan (penjelasan mengenai materi kuis) serta pemberian quis di akhir pembelajaran.
Refleksi, dimana perlu adanya pembahasan antara siklus-siklus tersebut untuk dapat menentukan kesimpulan atau hasil dari penelitian.
Biaya Penelitian
Personalia Peneliti
Penelitian ini melibatkan Tim peneliti, identitas dari Tim tersebut adalah :

Ketua Peneliti

Nama Lengkap : Muhammad Amin, S.Pd.
Jenis Kelamin : Laki-laki
NIP : 19790207 200501 1 003
Disiplin Ilmu : Pendidikan Matematika
Pangkat/Golongan : Penata Tingkat I/III b
Jabatan : Guru MTs Negeri Cepogo
Waktu Penelitian : 10 Jam/Minggu
Anggota Peneliti 1
Nama Lengkap : Lukitanto
Jenis Kelamin : Laki-laki
NIP : 19671030 199001 1 001
Disiplin Ilmu : Pendidikan Matematika
Pangkat/Golongan : Pembina/IV a
Jabatan : Guru MTs Negeri Cepogo
Waktu Penelitian : 10 Jam/Minggu
Anggota Peneliti 2
Nama Lengkap : Ardhi Prabowo, S.Pd., M.Pd.
Jenis Kelamin : Laki-laki
NIP : 132308205
Disiplin Ilmu : Pendidikan Matematika
Pangkat/Golongan : Asisten Ahli/III a
Jabatan : Dosen Jurusan Matematika
Fakultas/Jurusan : MIPA/Matematika
Waktu Penelitian : 10 Jam/Minggu
Daftar Pustaka
  1. Darsono, M. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
  2. Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
  3. Gagne, R.M. (1983). Some Issues in the Psychology of Mathematics Instruction. Journal for Research in Mathematics Education. 14 (1)
  4. Jutmini, S. dkk. 2007. Paduan Evaluasi Pendidikan. LPP UNS.
  5. Lucas, D.M. and Fugitt, J. 2007. The Perception of Math and Math Education in the Rural Midwest. Appalachian Collaborative Center for Learning, Assessment, and Instruction in Mathematics Working Paper No. 37.
  6. NCTM. 1989. 1989 NCTM Standards: Grades 9-12 Mathematics as Problem Solving. Download dari http://www.nctm.org pada tanggal 15 Januari 2006.

PROSES DAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH TRIGONOMETRI

http://robertmath4edu.wordpress.com/2009/01/15/proses-dan-strategi-pemecahan-masalah/
PROSES DAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH
TRIGONOMETRI   

A. LATAR BELAKANG MASALAH
            Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan lepas dengan berbagai masalah.  Masalah yang dihadapi manusia semakin hari semakin kompleks seirama dengan bertambah tanggungjawab yang diembannya. Setiap manusia mempunyai cara tersendiri untuk menyikapi  masalah. Ada yang berusaha untuk menyelesaikannya dan ada yang berusaha untuk menghindar dari masalah yang dihadapinya. Orang yang berani menghadapi dan berusaha memecahkan masalah adalah lebih baik dari orang yang menghindar dari masalah.
            Untuk mengatasi masalah orang harus belajar bagaimana mengelola masalah yang dihadapainya.  Dalam  mengelola masalah dibutuhkan kemampuan berpikir secara kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Kecakapan hidup (life skill) merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi masalah hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa tertekan, kemudian secara pro aktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya (Depdiknas,2003:5). Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya. Diharapkan bahwa semua yang belajar matematika dapat berpikir secara rasional sehingga  dapat menjadi pemecah masalah yang baik.
             Dalam pengamatan penulis selama mendampingi kegiatan lomba matematika  dijumpai beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal lomba, walaupun siswa yang mewakili sekolah untuk mengikuti lomba sudah diseleksi. Berdasarkan hasil tes seleksi penyisihan tingkat Karesidenan kota Surakarta dalam Mathematic Competition UNDIP tingkat SMA se Jawa Tengah tanggal 16 Maret 2008, dari  perwakilan SMA Regina Pacis Surakarta ada 2 siswa yang masuk 10 besar dengan urutan kedua dan keempat untuk maju kebabak semifinal di Semarang. Setelah di semifinal tanggal 30 Maret 2008 ternyata siswa SMA Regina Pacis gagal masuk final.  Berdasarkan hasil tes seleksi penyisihan tingkat karesidenan kota Surakarta dalam Lomba Matematika UGM  Nasional tanggal 3 Agustus 2008 ada satu siswa SMA Regina Pacis  masuk 10 besar dengan urutan pertama namun kembali gagal masuk final yang diadakan di UGM tanggal 10 Agustus 2008. Siswa SMA Regina Pacis mendapat juara 3 dalam lomba olimpiade yang diadakan oleh Dinas Dikpora Kota Surakarta pada tanggal 10 April 2008. Prestasi siswa SMA Regina Pacis dalam lomba matematika belum memuaskan.
            Pada beberapa soal trigonometri kelas XI Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan kelas XI Ilmu Alam (IA) dijumpai soal-soal yang memerlukan pemecahan masalah yang tidak setiap siswa mampu menyelesaikannya. Berdasarkan hasil ulangan harian untuk kompetensi trigonometri SMA Regina Pacis kelas XI RSBI dan kelas XI Ilmu Alam ( IA) tahun pelajaran 2008-2009 diperoleh data sbb:

Kelas
RSBI
IA1
IA2
IA3
Banyak siswa
30
27
40
39
Rata-rata kelas
72
79,30
69,90
62,70
Batas tuntas
73
72
66
66
Banyak siswa yang tidak tuntas
5
7
10
24

Data tersebut menunjukkan bahwa masih cukup banyak siswa dalam pemecahan masalah trigonometri yang masih lemah. Dari 136 siswa kelas XI ada 46 siswa atau 33,82% belum tuntas dalam pelajaran matematika khususnya trigonometri.  Batas tuntas merupakan batas ketuntasan yang harus dicapai siswa. Seorang siswa dinyatakan tuntas bila nilainya mencapai nilai batas tuntas atau lebih. Bila seorang siswa nilanya di bawah batas tuntas maka ia harus mengikuti remidial. Besarnya batas tuntas ditentukan oleh guru pada awal semester 1 dengan memperhatikan: intake nilai siswa ( nilai rata-rata raport kelas X), kompleksitas tiap kompetensi dasar,  dan daya dukung ( sarana dan sumber belajar ).
Melihat hal ini penulis ingin mengetahui lebih dekat bagaimana mereka memecahkan masalah, khususnya masalah trigonometri.  Pada kesempatan ini penulis ingin mengetahui proses dan strategi dalam menyelesaikan masalah trigonmetri.

B. RUMUSAN MASALAH
            Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan  masalah yang diajukan adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan masalah trigonometri yang diberikan kepada siswa, bagaimana proses siswa menyelesaikan masalah trigonometri tersebut?
2. Berdasarkan masalah trigonometri yang diberikan kepada siswa, strategi apa yang digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah trigonometri tersebut?

C. TUJUAN PENELITIAN
            Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana proses siswa dalam menyelesaikan masalah trigonometri.
2. Untuk mengetahui strategi  yang digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah trionometri.

D. METODE
Jenis penelitian
            Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian deskriptif yang diarahkan untuk mengetahui proses dan strategi siswa dalam menyelesaikan masalah trigonometri.
Subjek penelitian
            Penelitian ini dilakukan pada 2 siswa kelas XI RSBI semester 1 tahun pelajaran 2008-2009 SMA Regina Pacis Surakarta. Kedua siswa tersebut mempunyai kemampuan memecahkan masalah yang cukup baik dibandingkan dengan siswa yang lain dan biasanya mereka mewakili sekolah dalam lomba matematika.
Intrumen tes
Instrumen tes (masalah) yang diberikan kepada kedua siswa diambil dari tes I pra  Olimpiade Sains Nasional (OSN)  tahun 2007-2008, pada hari selasa 7 oktober 2008. Soal tersebut yaitu “Jika  adalah konstanta dan  untuk 0< < , maka tunjukkan bahwa 2 cos  untuk setiap n bilangan asli”

E. KAJIAN TEORI
a. Pengertian Masalah
            Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan (chalange) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui oleh si pelaku ( menurut Cooney dalam Fadjar Shadiq, 2004: 10). Definisi di atas mengandung implikasi bahwa suatu masalah harus mengandung adanya “tantangan” dan “belum diketahuinya prosedur rutin”. Prosedur rutin di sini adalah soal yang penyelesainnya sudah bisa ditebak, diketahui rumusnya, dan hanya dengan satu atau dua langkah soal sudah terselesaikan. Tidak semua pertanyaan merupakan suatu masalah. Bagi seseorang suatu pertanyaan bisa menjadi suatu masalah sedang bagi orang lain  tidak.

            Bila ditinjau dari tingkat kompleksitas masalah, Polya (dalam Hery Susanto, 2008:3) mengklasifikasikan masalah dalam matematika sebagai berikut:
1.One rule under your nose-jenis masalah yang dapat diselesaikan secara mekanis oleh suatu aturan yang baru saja disajikan.
2. Appication with some choice-jenis masalah yang dapat diselesaikan dengan menerapkan suatu aturan atau prosedur yang diberikan pada kelas sebelumnya.
3. Choice of combination-jenis masalah yang memerlukan pemecahan masalah dengan mengkombinasikan dua atau lebih aturan.
4. Approaching research level- jenis masalah yang memerlukan suatu kombinasi yang aneh dari aturan –aturan atau contoh namun masalah tersebut memiliki banyak cabang dan memerlukan kemandirian serta penggunaan penalaran tingkat tinggi yang cermat.
b. Pemecahan masalah
Pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal (Suwarkono,2004:1). Metode pemecahan masalah adalah suatu cara pembelajaran dengan menghadapkan siswa kepada suatu masalah untuk dipecahkan atau diselesaikan (menurut Sriyono dalam Suprapto, 2004:19).
Dalam pemecahan masalah siswa didorong dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif dan berfikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya.
Langkah-langkah menyelesaikan masalah
            Menurut Polya (dalam Mumun Syaban,2008:2), ada empat langkah dalam menyelesaikan masalah yaitu:
1. Memahami masalah
Pada kegiatan ini yang dilakukan adalah merumuskan: apa yang diketahui, apa yang  ditanyakan, apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional (dapat dipecahkan).

2. Merencanakan pemecahannya
            Kegiatan yang dilakukan pada langkah ini adalah mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan sifat yang akan dipecahkan, mencari pola atau aturan , menyusun prosedur penyelesaian.
3. Melaksanakan rencana
            Kegiatan pada langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian .
4. Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian
            Kegiatan pada langkah ini adalah menganalis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada prosedur lain yang lebih efektif , apakah prosedur yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah prosedur dapat dibuat generalisasinya.
c. Stategi pemecahan masalah
Menurut Polya dan Pasmep (dalam Fajar Shadiq:2004:13) beberapa strategi pemecahan masalah antara lain:
1. Mencoba-coba
Strategi ini biasanya digunakan untuk mendapatkan  gambaran umum pemecahan masalah (trial and error). Proses mencoba-coba ini tidak akan selalu berhasil, adakalanya gagal. Proses mencoba-coba dengan menggunakan suatu analisis yang tajam sangat dibutuhkan pada penggunaan strategi ini.
2. Membuat diagram
Strategi ini berkait dengan pembuatan sket atau gambar untuk mempermudah memahami masalah dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya. Dengan strategi ini, hal-hal yang diketahui tidak sekedar dibayangkan namun dapat dituangkan ke atas kertas.
3. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana
Strategi ini berkait dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan lebih sederhana, sehingga gambaran umum penyelesaian masalah akan lebih mudah dianalisis  dan akan lebih mudah ditemukan.
4. Membuat tabel
Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan pikiran , sehingga segala sesuatunya tidak hanya dibayangkan saja.
5. Menemukan pola
Stategi ini berkait dengan pencarian keteraturan-keteraturan. Keteraturan yang sudah diperoleh  akan lebih memudahkan  untuk menemukan penyelesaian masalahnya.
6. Memecah tujuan
Strategi ini berkait dengan pemecahan tujuan umum yang  hendak dicapai. Tujuan pada bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang sebenarnya.
7. Memperhitungkan setiap kemungkinan
Strategi ini berkait dengan penggunaan aturan- aturan yang dibuat sendiri oleh para pelaku selama proses pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat dipastikan tidak akan ada satu alternatif yang terabaikan.
8. Berpikir logis
Strategi ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan yang sah atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada.
9. Bergerak dari belakang
Dalam strategi ini proses penyelesaian masalah dimulai dari apa yang ditanyakan, bergerak menuju apa yang diketahui. Melalui proses tersebut dianalisis untuk dicapai pemecahan masalahnya.
10. Mengabaikan hal yang tidak mungkin
Dalam strategi ini setelah memahami masalah dengan merumuskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Bila ditemukan hal yang tidak berhubungan dengan apa yang diketahui dan apa ditanyakan sebaiknya diabaikan

F. HASIL
Soal yang diberikan adalah sebagai berikut: “Jika  adalah konstanta dan  untuk 0< < , maka tunjukkan bahwa 2cos  untuk setiap n bilangan asli”
Selama siswa mengerjakan soal, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Berkenaan  dengan soal yang diberikan kepada siswa merupakan suatu ”masalah”   atau bukan  
Peneliti : Pernahkah anda mengerjakan soal seperti ini?
Siswa 1            : Belum pernah
Siswa 2            : Belum pernah
2. Berkenaan dengan ”memahami masalah” dalam soal tersebut
a. Peneliti          : Apa yang diketahui dari soal tersebut?
Siswa 1            :  
Siswa 2            :  adalah konstanta dan
b. Peneliti         : Apa yang ditanyakan dalam soal tersebut?
Siswa 1            : Menunjukkan bahwa 2 cos
Siswa 2            : Menunjukkan bahwa 2 cos
c. Mengapa dalam soal dituliskan untuk 0< < ?
Siswa 1            :  Tidak tahu
Siswa 2            : Agar fungsi  didefinisikan, maksudnya fungsi berlaku untuk     0< < .

3. Berkenaan dengan ”merencanakan pemecahannya”
Peneliti             : Jelaskan bagaimana anda menyelesaikan soal tersebut?
Siswa 1            : Dari yang diketahui, saya akan mencari bentuk , , , dan seterusnya
Siswa 2            : Dari yang ditanyakan , saya memisalkan bentuk umum , kemudian saya tulis  selanjutnya saya akan mencari untuk n = 2, n =3, n = 4, dan seterusnya.
4. Berkenaan dengan “ strategi pemecahan”
Peneliti             : Setelah anda merencanakan  pemecahan soal  tersebut, strategi apa yang anda     gunakan untuk  menyelesaikan soal tersebut?
Siswa 1            : Dengan mencoba-coba, berusaha menemukan pola dari apa yang saya kerjakan.
Siswa 2            : Dengan mencoba-coba dan mencoba menemukan pola.
                       
Jawaban siswa 1 :
Diketahui  bahwa .
Dia mencoba-coba untuk mulai mencari bentuk

            = 4cos2 -2 (pada langkah ini dia berhenti )
Lalu dia mencoba mencari bentuk dari

            =8cos3 -6cos  (pada langkah ini dia juga berhenti)
Berikutnya dia menulis 4cos2 -2 = 2(2cos2 -1), dia mengenali bentuk 2cos2 -1 sebagai bentuk rumus sudut rangkap yaitu cos2  sehingga dia memperoleh